Kamis, 16 April 2009

बेर्जुदुल अप?

Hegemoni ideologi kapitalis yang dilancarkan atas negeri ini akhirnya merembet juga dan sampai kepada kita pelajar-pelajar bangsa, dibawah mereka visi&misi para founding father diwariskan. Ditangan mereka pun kehancuran pancasila mungkin terjadi, rubuhnya mental-mental pelajar negeri ini tak ayal menjadi symbol hidup, betapa kuasa kapitalisasi global berkuasa untuk mengkonstruksi apapun dengan kemauan dan kehendak para elit borjuis.
Jadilah kita mahasisa Indonesia seperti serigala ompong dikandang sendiri, dipecundangi kamping-kambing congek bentukan hegemoni pasar. Kita terlalu dan selalu disibukkan dengan pikiran bagaimana “menikmati hidup” ala mahasiswa, otak kita didokrin oleh beragam hedonisme fisik dibawah kepentingan nafsu, sehingga menutup mata atas realita lingkungan sekitar. Namaun hal itu tidak perlu disesali karena memang itulah bukti eksistensi mahasiswa kita sekarang.
Mahasiswa “kupu-kupu”, mungkin sedikit banyak dapat menjadi pegangan (bahkan pedoman) saat kita berfikir tentang mahasiswa. Pada satu arti “kupu-kupu” adalah kependekan dari “kuliah-pulang kuliah pulang”, yang dirasakan sebagai dampak termanis dari system pendidikan yang hanya menekankan “angka-angka”. Rupanya demikianlah yang diharapkan dengan adanya aturan-aturan yang menyokong pra-anggapan ini, presentasi 75%. Ketika dihadapkan pada tugas dikumpul tepat waktu dengan dead-line yang mesti on-time, kita sering-kali beranggapan “waton numpuk” tidak peduli karya tersebut illegal maupun karya tersebut illegal maupun karya tersebut illegal maupun karya tersebut illegal maupun karya tersebut illegal maupun mahasiswa . Pada sudut pandang lain dapat berarti kehedonisan yang merebak begitu indah bagai kupu-kupu, dalam hal ini jaga termasuk kupu-kupu malam berwujud mahasiswa. Ataupun )
Bisalah kita berpikir bahwa yang menjadi akar dari problematic ini adalah suatu system pendidikan, yang dianggap mengkebiri kretivitas dan produktivitas mahasiswa, terjadilah pergeseran dari sebagai suatu yang hidup dan berkehendak menjadi barang setengah jadi (bahkan masih mentah) yang hanya butuh dicetak sesuai bentuk yang diharapkan. Ya kalau bentuk tersebut merupakan representasi kebutuhan masa depan bangsa, namun yang terjadi adalah menjadikan mahasiswa sebagai boneka akademik, bukan sebagai subjek.
Hanya yang dianggap memenuhi kualifikasi angka-angka IP, yang diperbolehkan maju memenuhi keinginan para elit penentu kebijakan pendidikan, karena dianggap sesuai dengan tujuan pendidikan Indonesia yaitu membentuk manusia ber-angka tinggi (IP).
Selanjutnya terserah Anda? Persepsi dan tanggapan adalah hak mutlak bagi pembaca
Saya sok serius ya, hah ha hahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar