Kamis, 23 April 2009

kemunafikanku

Sungguh, betapa penyakit kontemporer telah merasuki sum-sum tulang dan aliran darah manusia. Mungkin, itu hanya sebagai salah satu pertanda kehidupan yang lazim disebut “modern”. Ya, penyakit tersebut adalah neo-munafikisme, sebuah penyakit yang diakibatkan oleh firus ganas, yang telah ditransformasi sedemikian rupa sehingga bentuk dan penandanya pun tak ada yang tahu. Siapapun tidak akan menyangka bahwa firus ini telah menyebar dengan amat ganas, bahkan katakanlah dokter spesialis jiwa (baca ; “agamawan”) yang sering memberi ceramah dan teori berbagai penyakit jenis ini (maksudnya; penyakit hati) tidak akan pernah bisa mendiagnosa dan memberi obat mujarab kecuali hanya obat pelupa untuk mensugesti pasien bahwa “ia tidak sedang sakit”.
Bagaimanapun juga, firus ini ternyata merupakan penyakit “idaman” setiap manusia, bagaimana tidak setiap orang berlomba-lomba untuk terjangkiti penyakit ini, walaupun mereka dengan lantang berteriak “aku orang suci”. Setiap hari (sebenarnya setiap detik), berapa banyak yang telah menjadi korban dari penyakit “kenikmatan ini”, tak peduli apa latar belakang profesi dan latar-belakang mereka, baik berasal dari berbagai golongan, kalangan bahkan usia. Yang penting mereka masih “manusia”, maka penyakit ini akan mudah memberi sapaan akrab khas seorang sahabat. Semua adalah objek nikmat dari sebuah ideologi hebat bentukan manusia pada zamannya.
Biadab, laknat dan bangsat (boleh ditambah sendiri “sakpena`e”). Mungkin kata tersebut tidak akan cukup untuk mengungkapkan bahwa betapa hancur-lebur “dalaman” seorang yang telah terjangkit penyakit melenakan ini.
Sekarang, mari kita kerucutkan objek. Ia menggiang-giangkan dan meneriakkan anti global-warming, semua tulisannya berbau menentang atas hegemoni “budaya modern” tersebut. Tapi apa kenyataan yang ditampilkan sungguhlah berbeda dengan bibir dan tangan kasarnya, yang senantiasa setia menulis kritik pedas atas global-warming. Realitanya, Ia menyulap alam lingkungannya menjadi boneka indah pemangku birahi keindahan dan kepentingan perut. Saat sampah yang dihasilkannya meluncur begitu damai dan nyaman diatas aliran sungai yang mulai sesak nafas oleh kotoran makhluk-makhluk sebangsanya. Dan bumi pun diperkosanya, hingga untuk tampil sebagai “ibu pertiwi” pun harus berfikir ribuan kali.
Tapi tahukah Anda bahwa yang patut digaris-bawahi adalah “Ia adalah aku”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar