Senin, 25 Mei 2009

KULI MENGADU KUALI

Tersetak, serasa tak berdaya, mendengar suatu perkataan yang amat menyayat hati (bagi yang kerasa) meluncur dari mulut kaum yang selama ini memang menjadi urat nadi pembangunan atas gedung-gedun bertingkat, monument, sekolah, apartemen mewah maupun stadion yang menjadi kebanggaan masyararakat suatu daerah. Nafas pembangunan berhembus dengan izinnya, dibawah perintah untuk tujuan agar dapat menjadi ikon kemakmuran (salah; yang benar adalah ikon penguasa), walaupun kemapanan tersebut disusun oleh lempengan-lempengan labil masyarakat yang kapanpun siap bergesekan dan bergejolak menjadi konflik.
Bermula dari obrolan kecil ditengah kerja, pada suatu tempat ditengah
Pernyataan tersebut menyoal harapan mereka yang telah hilang, sehingga mereka ingin agar generasi dibawah mereka mampu mendapatkan apa yang tak mampu mereka beli
Sedikitnya mereka tak sadar bahwa perkataan mereka membuat suatu arti tersirat daripada kritik social tingkat tinggi, betapa tidak, ungkapan kaum papa bahwa mereka menaruh harapan agar orang lain dapat mencapai apa yang mereka sendiri tidak mampu mencapainya. Sebuah harapan tulus dari seorang yang berada dalam system represif social menyadarkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar