Jumat, 19 Juni 2009

ATOMISME LOGIS BERTRAND RUSSELL

Bernama lengkap Bertrand Arthur William Russell, lahir di Monmouthshire, Inggris pada tanggal 18 Mei 1872 dari keluarga bangsawan. Ia tinggal bersama neneknya karena orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil. Russell belajar matematika dan fisika di Trinity College di Cambridge. Russell juga pernah mengajar di Cambridge dan kemudian di Amerika. Tetapi ia lebih di kenal melalui kegiatan – kegiatan non akademisnya daripada melalui kuliah – kuliahnya di universitas.
Selain sebagai ahli matematika, Russell dikenal sebagai seorang filsuf, dan juga sastrawan, politikus, serta pejuang perdamaian. Banyak buku yang pernah ia tulis, ia juga pernah menerima nobel untuk sastra. Russell meninggal pada usianya 98 tahun di Inggris.



A. PEMBAHASAN
Menurut Russell, permasalahan yang selama ini dihadapi oleh pada filusuf adalah karena para filusuf terkadang terlalu berlebihan dan selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang terbaik. Walaupun keadaan ini tidak mungkin bisa dicapai karena para filsuf yang ada selama ini kurang tepat melihat permasalahan filsafat dan metode-metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan filsafat.
Hal ini yang kemudian membuat Russell bersama Moore tidak saja sepakat untuk menolak idealisme Hegel dan Bradley, tetapi kedua tokoh ini juga menghidupkan kembali realisme. Di dalam perkembangan pemikiran Russell sebagaimana yang telah dilakukan juga oleh Moore yaitu melakukan pembenaran melalui common sense sebagai kepercayaan sehari-hari tentang dunia. Memang, terdapat perbedaan dengan Moore, karena Russell melakukan pendekatannya melalui metafisika dan matematika.( Abbas Hamami M :2003).
Pendekatan metafisika terlihat jelas dalam paham aliran atomisme logis, Russell mengatakan bahwa karena tak dapat disangkal bahwa teori ini bertujuan untuk menjelaskan struktur hakiki dari bahasa dan dunia. Atau dengan perkataan lain, teori ini mau mengatakan bagaimana akhir halnya dengan realitas seluruhnya. Menggatakan bahwa dunia dapat diasalkan kepada fakta-fakta atomis, jelas sekali merupakan suatu pendapat metafisis (Bertens, 1981 : 29)
Russell menggambarkan filsafat sebagai suatu daerah tak bertuan antara teologi dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan berbicara tentang yang diketahui, filsafat mengenai yang tidak diketahui. Pemikiran Russell terarahkan pada teori pengetahuan dan linguistik, sehingga Russell dikenal sebagai salah satu tokoh awal filsafat analitis. Sesuai dengan karakteristik filsafat Russell bahwa filsafat hendak memahami dunia. Pusat perhatiannya adalah pada penggunaan bahasa sebagai alat penelitian. (Abbas, 2003;73).
Adapun Russell mempunyai tiga tujuan pokok yang ingin dicapainya yaitu :
 Mengembalikan pengetahuan bangsa manusia kepada ungkapannya yang paling sederhana dan yang paling padat, dimana Russell berpendapat bahwa pengetahuan hanya diperoleh dari ilmu–ilmu. Tugas filsafat yang merumuskan suatu sintesis, yaitu merumuskan pandangan yang mendasari semua ilmu khusus.
 Menghubungkan logika dan matematika. Karena menurut Russell seluruh matematika dapat dikembalikan kepada beberapa prinsip logis. Ia menyesal bahwa dalam dunia pendidikan jurusan ilmu pasti dan jurusan sastra dipisahkan karena logika dan gramatika tidak hanya penting untuk bahasa, melainkan juga sebagai dasar matematika.
 Analisa bahasa, kesadaran dan materi itu hanya dua segi dari kenyataan yang satu, dua cara untuk memberikan struktur bagi unsur - unsur netral yang sama. Analisa bahasa yang benar dapat menghasilkan pengetahuan benar tentang dunia (Hidayat, 2006 : 48)

Filsafat mempunyai tujuan untuk mengupas habis struktur hakiki bahasa dan dunia. Tujuan ini dicapai melalui jalan analisis. Menurut Russell filsafat bertugas menganalisa fakta-fakta. Filsafat harus melukiskan jenis-jenis fakta yang ada. Bagi Russell fakta-fakta tidak dapat bersifat benar dan salah yang mengandung dan bisa dikatakan benar dan salah adalah proposisi-proposisi yang mengungkapkan fakta-fakta. Atau dengan kata lainproposisi-proposisi merupakan simbol dan tidak merupakan sebagian dunia. Dimana suatu proposisi terdiri dari kata-kata, yang menunjukkan kepada data inderawi (sense-data) dan universalia (universalis), yaitu ciri-ciri atau relasi-relasi (Bertens, 2002 : 30). Data inderawi, semisal x adalah yang (ini adalah putih) dan universalia (ini berdiri disamping itu). Setiap proposisi atomik itu mempunyai arti atau makna sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain. Dengan memberikan kata penghubung seperti “dan” atau “atau”, maka kita dapat membentuk suatu proposisi majemuk.
Russell mengatakan bahwa dunia merupakan suatu keseluruhan fakta, adapun fakta yang terungkap melalui bahasa sehingga terdapat kesesuaian antara struktur logis bahasa dan struktur realitas dunia (Kaelan, 1998 : 100)
Untuk mewujudkannya, ia membangun bahasa yang mampu menggungkapkan realitas, yang berdasarkan formulasi logika, bahasa yang mampu menggungkapkan suatu realitas secara akurat. Kelebihan Russell adalah ia mampu mensintesakan berbagai macam pemikiran para filsuf sebelumnya maupun sezamannya. Dalam pemikiran Russell tampak tradisi empirisme John Locke dan David Hume terutama dalam struktur logis dari proposisi-proposisi, dari proposisi sederhana (atomis) sampai pada proposisi kompleks yang memiliki corak logis yang sama dengan konsep ide-ide sederhana (ide atomis) sampai pad ide-ide yang bersifat kompleks. Namun demikian dipihak lain Russell juga mengangkat pemikiran Brandley (ed : esse est percipi) dalam mengkritik aliran empirisme, walaupun Russell menolak dengan tegas metafisika idealisme. Brandley yang menggungkapkan kelemahan emirisme, bahwa metodenya bersifat psikologis yang hanya bekerja dengan ide-ide dan bukannya berdasar pada suatu putusan (judgements) atau keterangan-keterangan (proposisi-proposisi). Dasar inilah yang kemudian diangkat Russell demi prinsip-prinsip analisisnya yaitu yang berdasarkan pada suatu putusan (Kaelan, 1998 : 93-94).
Tampaknya jika kita mengambil objek umum yang diduga dapat diketahui dengan indera, yang segera diberitahukan indera kepada kita bukanlah kebenaran tentang objek sebenarnya yang terpisah dari diri kita, melainkan kebenaran tentang data indera tertentu yang sejauh yang kita lihat, bergantung pada relasi antara kita dan objek. Karena itu, yang secara langsung kita lihat dan rasakan hanyalah “tampakan”, yang kita percaya sebagai ada tentang realitas yang ada dibaliknya (Russell, 1912 : 12). Perbedaan tampakan dan realitas berlangsung dari unsur terluar ke dalam, dari tampakan yang nyata di indera (kadang kala malah bisa menipu), oleh karena itu tidak bisa dijadikan patokan kebenaran. Sedangkan realitas yang sesungguhnya, baru diperoleh ketika sudah melalui pemikiran dan pemilihan yang ketat.
Sebagaimana dikutip oleh Abbas, bahwa bagi Russell pengetahuan tersusun oleh kepercayaan (belief) dan tersusun juga oleh cerapan indera, maka objek pengetahuan adalah hal yang bersifat faktual, konkret, dan dapat ditangkap indera secara langsung. Titik tolak epistemologi Russell yang demikian itu mengacu pada epistemologi Hume ─sama dengan Moore dan Reid─ yang menggunakan kesan impresi dan idea terhadap pengetahuan yang diperoleh melalui objek inderawi. Russell menggunakannya sensasi atau cerapan indera dan idea (ideas) (Russell, 1948: 166) dalam (Abbas, 2003 : 70).
Russell berpendapat apabila objek secara langsung mengungkapkan tentang kebenaran maka itu akan berkaitan dengan pengetahuan intuitif. Dengan demikian, Russell mengakui adanya pengetahuan intuitif, tetapi pengetahuan itu harus bertumpu pada kepercayaan yang telah memiliki kebenaran yang jelas dengan sendirinya untuk menemukan fakta inderawi yang menjadi acuan.
Pendapat Russell tentang objek pengetahuan diungkap juga dalam pernyataannya bahwa semua pengetahuan, atas dasar pengalaman mengatakan kepada kita sesuatu mengenai apa yang tidak dialami, yang didasarkan pada kepercayaan yang tidak dapat dibenarkan maupun ditolak oleh pengalaman, namun setidaknya dalam penerapannya yang lebih konkret, tampak banyak fakta pengalaman berakar kuat dalam diri kita (Russell, 1912: 69) dalam (Abbas, 2003 : 30).
Hal itu menunjukkan bahwa objek pengetahuan adalah hal yang faktual berupa pengalaman konkret. Pengetahuan a priori tidaklah bertolak dari dunia fisik yang dialami, tetapi secara ekslusif berkaitan dengan hal yang bersifat universal (Russell, 1912: 103). Russell di dalam buku yang sama mengemukakan bahwa semua pengetahuan harus dibangun di atas dasar kepercayaan instingtif.

Proses pengetahuan
Di dalam perkembangan pemikiran Russell melakukan pembenaran melalui common sense sebagai kepercayaan sehari-hari tentang dunia. maksudnya adalah dalam berfilsafat atau dalam memecahkan permasalahan filsafat harus mengacu pada ilmu pengetahuan yang ketat dan kritis. Namun, pada perkembangan lebih lanjut filsafat Russell terarahkan pada penggunaan proposisi tentang alam semesta yang harus dirumuskan secara logis dengan menganut hukum “Similaritas” atau keseragaman yang kemudian menjadi “proposisi atomis”. Proposisi atomis ialah sebagai dasar pengungkapan dan pengembangan filsafat harus dapat diuji melalui pengalaman yang dipercaya menyajikan kebenaran yang didukung oleh makna secara sintaktis (Abbas, 2003 : 69).
Fakta dimaksudkan disini adalah yang dapat diungkap oleh proposisi atomis, dimana proposisi ini sama sekali tidak mengandung unsur-unsur majemuk. Suatu proposisi atomis mengungkapkan suatu fakta atomis. Dengan demikian Russell menyimpulkan bahwa bahasa sepadan dengan dunia. Dengan kata lain melalui bahasa kita dapat menemukan fakta-fakta jenis mana yang ada. Menurur Russell bahasa menggambarkan realitas. Namun bahasa yang Ia maksud adalah bahasa sempurna, yang terlepas dari kedwiartian dan kekaburan, yaitu bahasa logis yang dirumuskan dalam principia mathematica.
Dengan proposisi-proposisi atomis kita dapat membentuk suatu proposisi majemuk, misalnya dengan menggunakan proposisi-proposisi atomis kita dapat membentuk suatu proposisi majemuk, misalnya dengan menggunakan kata ”dan” atau ”atau”. Yang dihasilkan adalah suatu proposisi molekuler (molecular proposition). Tetapi tidak ada fakta molekuler yang hanya menunjuk pada fakta-fakta atomis. Kebenaran atau ketidak benaran suatu proposisi molekuler tergantung pada kebenaran atau ketidakbenaran proposisi-proposisi atomis yang terdapat di dalamnya. Jadi fakta-fakta yang atomis menentukan benar tidaknya proposisi apa pun juga. Atau perkataan Russell adalah ”molecular proposition are truth-function’s of propositions. (Bertens, 2002 : 29-30).
Menurut Russel, suatu proposisi (dapat bernilai benar atau salah) yang menjelaskan suatu fakta atomik itu dinamakan Proposisi atomik. Proposisi atomik ini merupakan bentuk proposisi yang paling sederhana, karena sama sekali tidak memuat unsur-unsur majemuk. Misalnya: x adalah yang (ini adalah putih) atau xRy (ini berdiri disamping itu). Setiap proposisi atomik itu mempunyai arti atau makna sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain. Dengan memberikan kata penghubung seperti “dan” atau “atau”, maka kita dapat membentuk suatu proposisi majemuk.
Russell filsafat seperti studi – studi lainnya, utamanya ditujukan pada pengetahuan. Pengetahuan yang menjadi sasarannya adalah jenis pengetahuan yang memberikan kesatuan dan sistem pada batang tubuh ilmu pengetahuan dan jenis yang dihasilkan dari suatu pengujian terhadap dasar – dasar dari keyakinan, prasangka, dan kepercayaan.
Sebagaimana yang diungkapkan Russell bahwa tugas filsafat adalah analisis logis dan disertai sintesa logis, mengandung pengertian bahwa untuk mendapatkan suatu kebenaran dilakukan dengan mengajukan alasan-alasan yang bersifat apriori yang tepat bagi suatu pernyataan. Adapun sintesa logis dilakukan dengan menentukan makna suatu pernyataan atas dasar pengalaman empiris (pengalaman indera). Dengan metode demikian ia berhasil memecahkan problema-problema filsafat melalui analisis bahasa. Menurut Russell kebenaran yang bersifat logis dan matematis yang diungkapkan melalui analisis logis meyakinkan kita untuk mengakui keberadaan sifat-sifat universal yang bersifat tetap, dan dalam kenyaaannya teori yang bersifat empiris murni yang tidak mampu mengungkapkan hal tersebut. Atas dasar itulah maka Russell lebih mendahulukan analisis logis dari pada sintesa logis. Russell mendasarkan pada analisis logis karena hal ini mendasarkan pada kebenaran apriopri yang sifatnya universal, analisis logis berhasil memecahkannya (Kaelan, 1998 : 99-100). Sehingga, hasil akhir yang dicapainya adalah atom logis, bukan atom fisik.
Jalan kebenaran diperoleh dengan melalui penggunaan analisis disertai analisis logis. Russell berpandangan bahwa bahasa sehari-hari tidak cukup untuk bahasa filsafat, karena mengandung banyak kelemahan, antara lain : kekaburan, makna ganda, tergantung pada konteks dan lain sebagainya. Atas dasar inilah ia membangun pemikirannya melalui bahasa yang berdasarkan formulasi logika (Kaelan, 1998 : 94)
Jadi pusat perhatiannya adalah pada penggunaan bahasa sebagai alat penelitian, bahkan lebih jauh ia mengembangkan filsafat analitis. Hal ini tampak pada perkembangan filsafat Russell yang terarahkan pada proposisi tentang alam semesta yang harus dirumuskan secara logis dengan menganut pada hukum similaritas yang kemudian menjadi proposisi atomis. Proposisi atomis sebagai dasar pengungkapan dan pengembangan filsafat yang harus dapat diuji melalui pengalaman yang dipercayai menyajikan kebenaran.

Kebenaran
Russell mengatakan bahwa seorang filsuf harus berfikir secara umum, karena masalah yang dia hadapi juga masalah-masalah umum; dia juga harus berfikir secara netral, karena da tahu bahwa hanya itulah satu-satunya jalan menuju kebenaran (Russell, 1974 : 34)
Disamping itu, Russell mengemukakan betapa pentingnya logika bagi apapun yang membutuhkan kebenaran. Ini terungkap dalam bukunya bahwa jika kemenangan serupa lainnya ingin dicapai dalam bidang-bidang kehidupan sosial lainnya, maka semua manusia perlu belajar berfikir lebih logis dan melepaskan diri dari perbudakan prasangka dan keinginan (Russell, 1974 : 75). Bagi orang-orang yang mampu mengapresiasikannya, matematika menawarkan berbagai kesenangan, dimana tidak ada seorang moralis pun yang akan mengajukan keberatan (Russell, 1974 : 117)
Filsafat hendaknya mencapai pengetahuan yang umum dengan memperhatikan prinsip kenetralan dan keumuman, seperti halnya kita tidak akan mampu mencapai pengetahuan yang hakiki mengenai segala realitas, kita hanya dapat mencapai kebenaran semu yang berhubungan dengan tampakan. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa hanya dengan penelitian bahasa, kita mampu mencapai pengetahuan yang bukan hanya tampakan namun juga hakikat eksistensi dari realtas tersebut.
Kebenaran pengetahuan menurut Russell adalah sifat kepercayaan, kebenaran mengandung arti hubungan tertentu diantara kepercayaan dengan satu fakta atau lebih yang lain daripada kepercayaan, bila hubungan ini tidak ada maka kepercayaan tersebut salah (Abbas, 2003;72) Russell menegaskan bahwa suatu kepercayaan bernilai benar manakala hal itu berkaitan dengan kumpulan fakta yang kompleks dan salah manakala tidak berkaitan dengan fakta. Semua fakta khusus yang diketahui tanpa penyimpulan diketahui oleh persepsi melalui pengalaman. Fakta adalah benda atau kejadian yang dapat dialami.
Russell dalam teori pengetahuannya mengemukakan bahwa “semua pengetahuan harus dibangun atas dasar kepercayaan instingtif kita, namun diantara kepercayaan instingtif kita ada yang jauh lebih kuat dibandingkan yang lain, sementara banyak kepercayaan instingtif karena kebiasaan dan pergaulan menjadi terjerat dengan kepercayaan lain tidak sungguh-sungguh instingtif melainkan secara keliru diasumsikan sebagai bahan bagian dari apa yang dipercaya secara instingtif”. Pendapat Russell tampak menggandaikan bahwa pengetahuan berbasis pada kepercayaan yang sifatnya ingstingtif. Karena kepercayaan instingtif bukanlah merupakan bentuk ketidakserasian, melainkan suatu bentuk sistem harmonis. Akan tetapi, pada dasarnya kepercayaan instingtif itu bertolak pada fakta yang dialami. Subjek mengenal objek universal secara langsung (directly acquainted), secara instingtif melalui relasi atau hubungan universal. Fakta yang memiliki sifat universal tampak berkaitan erat dengan entitas dalam dunia fisik yang dapat ditangkap oleh indera. Bagi Russell pengindraan adalah pengalaman tentang ada yang disadari secara langsung (the experience of being immedietly aware) (Abbas, 2003;73).
Pernyataan-pernyataan tentang hal yang faktual empirik harus dalam relasinya dengan fakta. Suatu fakta akan bernilai benar manakala memiliki similaritas dengan fakta lain yang sama atau sejenis. Pemahaman terhadap fakta yang sama ini dapat disimpulkan melalui penyimpulan hewani (animal inference). Animal inference adalah proses interpretasi spontan tentang penginderaan. Dengan demikian, merupakan suatu penyimpulan yang sifatnya niscaya. Hal niscaya jauh dari kesalahan, evidensi pengetahuan sifatnya boleh jadi. (Abbas Hamami, 2003;73).
Tapi dengan melanjutkan teori ini (atomisme logis) secara konsekwen, terpaksa Russell beberapa hal yang mengakibatkan diskusi-diskusi hebat dalam kalangan filsuf Inggris. Pertama-tama Russell harus mengatakan bahwa masih ada fakta umum. Seperti pernyataan-pernyataan umum yang tidak harus dibentuk oleh proposisi atomis seperti “semua orang akan mati”, dari proposisi ini pernyataan ini benar karena tidak terdiri dari serangkaian fakta-fakta atomis, A akan mati dan B akan mati, tetapi proposisi ini benar karena adanya fakta umum yang berlaku benar.
Hal kedua Russell juga mengakui adanya fakta-fakta negatif., karena itulah satu-satunya cara untuk menerangkan kebenaran dan ketidakbenaran proposisi-proposisi negative, seperti “tidak ada kuda berkaki sepuluh” hanya akan benar atau tidak benar berdasarkan suatu fakta.
Ketiga, Russell harus mengakui adanya fakta-fakta khusus yang sepadan dengan preposisi “John beranggapan bahwa bumi itu bundar”. Kebenaran preposisi tersebut tidak bertumpu pada benar tidaknya proposisi “bumi itu datar”. Jadi proposisi semacam ini menunjuk pada suatu fakta jenis tersendiri yang lebih mengacu pada suatu kepercayaan atau suatu fakta psikis (mental fact) (Bertens, 2002 : 31).
Pemikiran dan teori – teori Russel sangat terlihat jelas terkait dengan latar belakang pendidikannya sebelumnya. Karena ia besar dalam “lingkungan” matematika, ia bersama Whitehead mencoba merapikan matematika sepenuhnya. Tetapi di dalam usaha menemukan suatu definisi logis dari bilangan, dengan pengertian kelas, Russell terlibat dalam paradoks.
Paradoks ini sangat dikenal dengan sebutan ‘Paradoks Russell’. Sebelumnya, Russell dan Whitehead menciptakan suatu bahasa simbol – simbol untuk mengatasi paradoks – paradoks logis. Dalam buku ‘Principia Mathematica’, ia menjelaskan sebuah paradoks, yakni dengan contoh sebagai berikut: “umumnya kelas tidak memuat dirinya sebagai anggota. Misalnya, kelas semua kucing bukanlah kucing. Ada beberapa kelas yang memuat dirinya sebagai anggota. Tetapi perhatikan kelas dari semua kelas yang bukan anggota kelasnya.”( Hamersma, H : 1983)
Teorinya yang di atas inilah yang menciptakan ke-paradoks-an dalam teorinya sendiri. Russell berpikir bahwa ia telah memecahkan masalah, tiba – tiba ia sadar bahwa masalah sebenarnya tidak ada, maka ia menuai karyanya dalam paradoks analisis logis. Akan tetapi, dengan keahliannya dalam bidang matematika ia merupakan salah satu pelopor suatu aliran kefilsafatan yang disebut filsafat analitik. Ciri khas aliran ini adalah keinginan untuk memperjelas melalui analisis dan perlawanan terhadap metafisika. Kepiawaiannya dalam beranalisis dipertemukan dengan pemikiran yang logis dalam pemecahan masalah.
Russell yang sebagai seorang ahli matematika masuk dalam pemikiran filsafat setelah terlebih dahulu belajar matematika dan meneliti serta menulis disertasinya tentang dasar – dasar geometri. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa masuk dan memahami filsafat melalui matematika, dan menemukan kebenaran dalam penalaran matematika.
Terakhir bahwa Bertrand Russell adalah seorang ahli matematika dan sebagai seorang filsuf. Russell menguraikan beberapa pemikirannya tenttang pengetahuan, menurutnya pengetahuan adalah susunan dari kepercayaan – kepercayaan dan tersusun dari cerapan insera, maka objek pengetahuan itu bersifat faktual, konkret,dan dapat ditangkap indera secara langsung.


D. DAFTAR PUSTAKA

Russell. B, 2002, Persoalan-Persoalan Seputar Filsafat, Ikon Teralitera, Yogyakarta. (trj: Anmad Asnawi) dari judul asli The Problem of Philosophy, 1912, Oxford University Press, London.
Russell. B, 2002, Berfikir ala Filsuf, Ikon Teralitera, Yogyakarta. (trj:Basuki Heri Winarno) dari judul asli The Art of Philosophizing & Other Essays, 1974, Rowman&Littlefield Publishers, Maryland.
Hamersma. H, 1983, Tokoh – Tokoh Filsafat Barat Modern, Gramedia, Jakarta
Abbas. Hamami M, 2003, Teori – Teori Epistemologi Common Sense, Paradigma Offset, Yogyakarta.
Kaelan, 1998, Filsafat Bahasa masalah dan perkembangannya, paradigma, Yogyakarta
Bertens, K. 2002. Filsafat Barat Kontemporer Inggris-Jerman, Gramedia, Jakarta.
Hidayat. Asep Ahmad, 2006, Filsafat Bahasa menggungkap hakikat Bahasa, Makna dan Tanda, Rosda, Bandung.

http://deking.wordpress.com/2007/01/29/paradox-tukang-cukur/ diakses tanggal 30 Mei 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar