Jumat, 22 Mei 2009

DIALEKTIKA KEMERDEKAAN DAN KEDAULATAN

Pernahkan terlintas pada benak kita bahwa apapun mengenai apa yang terjadi dalam beberapa saat terakhir
Selama ini kita hanya baru pada posisi tesis (banyangkan dari th 1945)
Akankah pemilu ini memunculkan anti tesis (apakah ada yang berani)
Sintesis sebuah kemerdekaan yang diharapkan takkan mampu membawa bangsa ini kearah kedewasaan yang berujun
Berarti sintesis yang didapat sekitar 1 abad lagi

Bahkan malaikat-pun tak punya tempat berteduh dari hujan uang kampanye, mungkin itulah ungkapan yang paling sah dan legal untuk mencerminkan keadaan social-politik demam pemilu yang saat ini sedang melanda bangsa ini.
Mengapa?
Ketika dicermati, keadaan politik kontemporer bangsa ini berada dalam titik nadir kekuasaan. Dimana ideology yang bertarung semakin kabur dengan sisa-sisa kesalahpahaman manusia akan arti demokrasi (kalau tidak mau dibilang salah, bolehlah disebut kurang tepat), pemahaman akan demokrasi (system pemerintahan ideal yang dianut oleh negara tak berkarakter) yang tercermin dalam pemilu semakin membuktikan bahwa bangsa ini tak ubahnya bangsa yang kurang ber”iman” (tidak percaya kemampuan dan potensi bangsanya sendiri).
Bagaimana bisa terjadi keadaan seperti ini?
Satu hal yang menjadi titik tolak kita dalam memahami fenomena pemilu 2009 yaitu bangsa kita masih dalam proses pencarian bentuk, jadi bentuk Negara yang selama ini kita kenal bukanlah final, tetapi akan terus berkembang dengan sebuah dialektika kemerdekaan (selama ini kita belum merdeka).
Dan akan terus bergejolak, namun ironisnya kita tidak pernah menikmati prosese ini, karena tidak ada satu pun alas an kita untuk memantapkan kita pada ketidaksesuaian proses, jadi prosesnya yang salah bukan pelaku proses.
hahahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar